Friday, May 2, 2014

cerita foto (1)......,

Masih rangkaian dokumentasi kegiatan Reuni Rimba bulan November 2013 lalu. Hanya upaya memperkaya khazanah logistik visual blog. Demi menampilkan detil kegiatan alam bebas beserta aksi para pemetik madu hutan di habitat aslinya. Simpul mudah-nya, para pirsawan jagat maya bisa menikmati secara langsung. Paham cara kerja mereka. Tahu resiko pekerjaan para climber alami ini... Sekaligus ngeh, soalnya biar-pun sudah cukup banyak foto di blog ini saya cantukan. Kerap juga pertanyaan lumrah masih muncul, Apakah madu-nya asli? hehehe......., Ini dokumen pribadi... real-time...on the spot.
Okeh! silahkan cuci mata.............,

honey hunters (2)

Updated about 5 months ago
hari ke-2.. bangun subuh. semalaman di selimuti dingin kabut yang mengenangi ceruk lembah. Gelar sholat jama'ah di sajadah bebatuan. Sarapan... ngopi. Selanjutnya tiap oknum mulai bagi fungsi tugas. Wake-up... pagi mekar... waktu-nya para pendekar rimba singsing lengan baju!
* postingan Facebook

saya menyempatkan naik ke teras tebing... mencari porsi angle untuk leluasa memotret keberadaan sarang koloni lebah. Seperti biasa, posisinya agak over-hung. kisaran teras tebing dari dasar lembah sekitar 60 meter.

dan ini porsi view ketinggian yang di ambil dari teras tebing tempat kami nangkring

dari teras tebing, 2 rekan lain naik lagi ke level atas puncak tebing, sekedar memastikan alur panjat dan persiapan yang perlu di tangani untuk kelancaran tugas berikutnya.

kembali ke Bivak, personil yang paling senior di antara kami, Amaq Murdi, sedang meremukkan batangan kayu tanpa kambium. Vegetasi ini sejenis tanaman sirih hutan, tipe rambat.

selanjutnya suwiran kayu lunak tanpa kambium ini di himpun satuan genggam... lokal ujar menyebutnya 'bobok". Berfungsi sebagai penghimpun senjata asap.... sangat efektif menghasilkan kepul asap karena sifat-nya menyerupai serabut kelapa. Bisa jadi, bagi para lebah inilah senjata gas air mata....


Amag Murdi, ambil alih tugas lain. Dia memimpin beberapa pemuda untuk ikut mengambil lonjoran bambu. Lokasinya cukup jauh dari bivak. Pulang-pergi makan waktu 1 jam. Memanggul rentang bambu cukup menguras tenaga.. naik turun liku setapak, ditambah hujan. Jadi cocok klo yang diajak para belia tadi.

sementara itu, Zoel melanjutkan tugas pilah serabut kayu lunak. Sekalian memanggang di atas bara unggun untuk mengeringkan akibat kadar air dan kelembaban. Senjata asap gantung ini harus siap pada momentum aksi panen saat gelap nanti.

Bambu telah terkumpul. Tanpa jeda rehat... pasukan inti mulai melanjutkan bekerja. Bikin tangga untuk memudahkan prosesi petik madu. Cara efektifnya. ujung tangga di-ikat tali pandu... selanjutnya di ulur mendekati posisi over-hung tebing. Bagian bawah tangga di biarkan tergantung.... persis di ujung lidah jorok tebing. Dokumentasi momen ini sangat sulit saya lakukan. Proseduralnya rumit. Pertama, sebab dilakukan saat gelap malam. Kamera low-entry gak dilengkapi backing flash memadai. Ke-2, bahkan hanya sekedar senter hanya boleh dinyalakan dalam hitungan kejap... menghindari patroli lebah terusik dan menyerang kami. Bisa runyam! jadi Flash-light menyalak di kegelapan sama saja dengan mengundang lebah serbu sumber cahaya.

mengukur jarak... gergaji potong... bikin lubang untuk susup pijakan anak tangga

Tangga mulai terbentuk, dengan tali rafia tiap simpul anak tangga di rangkai balut ikatan. Sekedar memastikan kekuatan kondisi tangga. Ini sebetulnya lebih mengarah pada prosedur safety tools.

Haerani, pemuda tangguh ini adalah si pemetik handal. Dia termasuk personil tetap yang sering ikut dalam ekspedisi panen madu. Dengan cekatan mulai merangkai pengait khusus. Menggunakan potongan cabang kayu dan dirangkai pada lonjor bayu seukuran genggam ideal. Pengikat-nya memakai uraian utas tali alami dari rotan.

 
lalu menyiapkan alat lain. Berupa alat penampung khusus yang akan menangkap potongan sarang lebah. Lingkaran utama dibikin dari bahan rotan. Bambu di belah dan bulatan rotan di sisipkan diujung.

Selanjutnya, ini pekerjaan yang cukup melelahkan... kuras tenaga...perah cucuran keringat. Menaikkan anak tangga dan lonjoran bambu lain menuju puncak tebing. Susah payah memang.... tapi nikmat menantang adrenalin. Kami memposisikan diri di titik pijak tertentu. Saling oper lonjor bambu... namun untuk posisi yang tidak memungkinkan kudu diseret dengan sepenuh hati. Meskipun secara lahir-nya kami tampak seperti pekerja rodi... ngeh-ngeh... di cambuk oleh hasrat memacu untuk sukses meraih puncak. Ah! high-lander.........,

yang menyulitkan.... kemiringan lembah ini antara75-80 derajat.

Puih! begitu sampai teras tebing pertama rasanya lega. Dipoin ini kami mulai mendapat instruksi tambahan. Jangan berisik... apalagi gaduh bikin teriakan, manipulasi komunikasi. Patroli lebah mulai tampak seliweran... sekali antup meninggalkan spot bengkak di kulit.. itu sama saja dengan meninggalkan jejak penciuman bagi lebah lain untuk datang menyerang. Beware.... stinging like a Bee... Fly like Butterfly

Selanjutnya, membawa lagi bekal bambu menuju puncak atas. Jalur pendakian sedikit ekstrim... tapi sudah disiasati dengan memasang tali pandu sesuai alur panjat. Saya memutuskan untuk diam di poin teras. Riskan manjat dengan bawa DLSR yang gak tangguh di situasi outdoor begini. Selain itu hujan mulai turun... gak deras, tapi lebih pengejahwantahan dari gumpalan kabut yang memboyong partikel kondensasi air.

No comments:

Post a Comment