Selasa kemarin (18/2... 18 Februari 2014) ada sedikit bumbu
avonturir dadakan. Ajakan meliput panen madu di zona lebih "mudah". Jadi
gak perlu nyusup jauh di perut Rimba. Menariknya lagi, lokasi berada di
situs pepohonan tua, yang sudah dijadikan zona konservasi
khusus oleh pemda Lotim. Lian, inisial dusun yang diadopsi dari nama
sejumlah tegakan pohon besar, masih dalam cakup wilayah Labuan Kayangan.
Pinggir jalan utama, straat besar.
Paska meringkas 'operasi-pasar', hampir siang, kami ngebut anjangsana lokasi. Makan waktu tempuh 2 jam dari kota Mataram menembus arah timur. Masih sempat singgah di Sikur demi ganjal perut. Terlebih, ada 1 warung kecil yang telah menjadi favorit lidah kami. Raon (rawon khas Lombok) yang menyajikan racik bumbu multi aromatik. Ragi Beleq dalam istilah lokal sasak. Adalah olahan rempah temperatur 'hangat/panas'. Lebih dominan unsur 'Yang' pada terapan siklus bilik-belah Taoism.
Singkat kebut..., tiba kami disana. Singgah di gubuk resmi amaq Lan. Mitra-jawat yang kerap ikut dalam ekspedisi perburuan madu sebelumnya. Rumahnya tepat berada di pinggiran kompleks "Lian-Garden" resident. Alias lain yang saya pikir lebih pas untuk penyebutan nama resmi Dasan-Baru. Spot pemekaran desa dan pembukaan lahan baru di program transmigrasi lokal. Notabene dulu-nya, zona-zona sekitar ini juga pernah resmi dilabeli spot transAD. Lokasi program transmigrasi bagi keluarga prajurit ABRI-AD. Begitu lembar catatan sejarah yang terhimpun.
Membahas Lian selalu undang hasrat tertentu bagi saya pribadi. Pada cacah lansekap datar, tegakan tajuk pepohonan Lian sudah beda dengan kumpulan vegetasi lain-nya. Ditunjang oleh lingkar diameter batang besar. Julang tinggi... tapi canopi gak gitu lebat. Sebab daun kecil-nya gak menjanjikan total teduh tajuk. Terlebih amati buah-nya. Gak singkron dengan rupa fisik batang raksasa. Buah Lian kecil seukuran gundu. Persis buah pohon beringin. Fisik giant-tree ini ditunjang oleh rupa akar papan, melebar... persis wujud gelampir leher sapi. Sebagian liuk batang terlihat tampak keropos. Aging yang alamiah. tepatlah ungkapan... jika saja pohon ini bisa bicara, kita bakal menuai kisah tentang alih peradapan. Lembar sejarah perubahan kehidupan periodik lalu yang direkam langsung oleh saksi bisu, si Giant-Tree. Selidik lain terungkap bahwa sebenarnya dibelahan Lombok selatan. Sekitar Sekotong juga pernah ditemui pohon sama. Hanya masyarakat disana menyebut dengan julukan pohon Ngili.
Kembali fokus madu. Ada komunitas lebah menempati 1 pohon.. itu-itu saja. Tehnik panjat kali ini agak beda. Para pemetik cukup andalkan godam kayu dan pasak bambu. Satu per-satu pasak di benamkan di tubuh pohon mengarah tepat sarang. Gak perlu bekal paku. Lantaran sifat kayu Lian bukan berupa tipe kayu keras. Serat kambium-nya halus...cenderung formasi sinergi ikatan partikel bubuk. Jadi mudah ditengarai bukan ideal untuk bahan kayu olahan furniture.
Lebah penghuni jenis Apis dorsata. Di-ukur kasat mata telanjang kisar kandungan muatan madu sekitar 12 botol. Atau kisaran liquid 7,5 liter. Maklum hanya koloni tunggal. Liputan kali ini gak bisa tuntas. Faktor alam lebih akibat kantung mendung. Bahkan kami telah diguyur mendung sejak masuk Pringgabaya. Proses panjat bakal beresiko slip.. licin! Nah klo faktor manusia-nya gak mungkin andalkan 2 profil manula yang antar kami ke lokasi ini. Pasukan climber 'muda' belum pada nongol datang dari Mataram. Akhirnya saya kumpulkan sekedar dokumentasi dan rekaman data secukupnya. Batal dah! eksekusi ekspresi penuh bumbu adrenalin. Next time will be better....,
Lian ah Lian! spot wisata yang bikin saya senantiasa terkekeh. Teingat lagi aktivitas guiding dasawarsa lalu. Tentang mitos yang gemilang saya rekayasa demi bumbu inovasi ber-seni tutur. Berseberangan lahan pesisir dan kompleks Lian sangat manjur diunggah kisah perihal benih-benih pepohonan yang ditanam Nabi Nuh. Basis teori Bahtera Nuh yang kemudian berkembang alibi polinasi benih via banjir, nyasar ke Lombok. Ini pohon apa tuan?... Owh, this is noah's tree...dan mengalir bla-bla-bla berikutnya. Padahal semata tak-tik antisipatif gengsi... gambrah-gambrah... ngakali turis. Masalah sederhana, saya gak mau berlabel " I don't Know". hehehe.........,
onok LIANe mneh?
Paska meringkas 'operasi-pasar', hampir siang, kami ngebut anjangsana lokasi. Makan waktu tempuh 2 jam dari kota Mataram menembus arah timur. Masih sempat singgah di Sikur demi ganjal perut. Terlebih, ada 1 warung kecil yang telah menjadi favorit lidah kami. Raon (rawon khas Lombok) yang menyajikan racik bumbu multi aromatik. Ragi Beleq dalam istilah lokal sasak. Adalah olahan rempah temperatur 'hangat/panas'. Lebih dominan unsur 'Yang' pada terapan siklus bilik-belah Taoism.
Singkat kebut..., tiba kami disana. Singgah di gubuk resmi amaq Lan. Mitra-jawat yang kerap ikut dalam ekspedisi perburuan madu sebelumnya. Rumahnya tepat berada di pinggiran kompleks "Lian-Garden" resident. Alias lain yang saya pikir lebih pas untuk penyebutan nama resmi Dasan-Baru. Spot pemekaran desa dan pembukaan lahan baru di program transmigrasi lokal. Notabene dulu-nya, zona-zona sekitar ini juga pernah resmi dilabeli spot transAD. Lokasi program transmigrasi bagi keluarga prajurit ABRI-AD. Begitu lembar catatan sejarah yang terhimpun.
Membahas Lian selalu undang hasrat tertentu bagi saya pribadi. Pada cacah lansekap datar, tegakan tajuk pepohonan Lian sudah beda dengan kumpulan vegetasi lain-nya. Ditunjang oleh lingkar diameter batang besar. Julang tinggi... tapi canopi gak gitu lebat. Sebab daun kecil-nya gak menjanjikan total teduh tajuk. Terlebih amati buah-nya. Gak singkron dengan rupa fisik batang raksasa. Buah Lian kecil seukuran gundu. Persis buah pohon beringin. Fisik giant-tree ini ditunjang oleh rupa akar papan, melebar... persis wujud gelampir leher sapi. Sebagian liuk batang terlihat tampak keropos. Aging yang alamiah. tepatlah ungkapan... jika saja pohon ini bisa bicara, kita bakal menuai kisah tentang alih peradapan. Lembar sejarah perubahan kehidupan periodik lalu yang direkam langsung oleh saksi bisu, si Giant-Tree. Selidik lain terungkap bahwa sebenarnya dibelahan Lombok selatan. Sekitar Sekotong juga pernah ditemui pohon sama. Hanya masyarakat disana menyebut dengan julukan pohon Ngili.
Kembali fokus madu. Ada komunitas lebah menempati 1 pohon.. itu-itu saja. Tehnik panjat kali ini agak beda. Para pemetik cukup andalkan godam kayu dan pasak bambu. Satu per-satu pasak di benamkan di tubuh pohon mengarah tepat sarang. Gak perlu bekal paku. Lantaran sifat kayu Lian bukan berupa tipe kayu keras. Serat kambium-nya halus...cenderung formasi sinergi ikatan partikel bubuk. Jadi mudah ditengarai bukan ideal untuk bahan kayu olahan furniture.
Lebah penghuni jenis Apis dorsata. Di-ukur kasat mata telanjang kisar kandungan muatan madu sekitar 12 botol. Atau kisaran liquid 7,5 liter. Maklum hanya koloni tunggal. Liputan kali ini gak bisa tuntas. Faktor alam lebih akibat kantung mendung. Bahkan kami telah diguyur mendung sejak masuk Pringgabaya. Proses panjat bakal beresiko slip.. licin! Nah klo faktor manusia-nya gak mungkin andalkan 2 profil manula yang antar kami ke lokasi ini. Pasukan climber 'muda' belum pada nongol datang dari Mataram. Akhirnya saya kumpulkan sekedar dokumentasi dan rekaman data secukupnya. Batal dah! eksekusi ekspresi penuh bumbu adrenalin. Next time will be better....,
Lian ah Lian! spot wisata yang bikin saya senantiasa terkekeh. Teingat lagi aktivitas guiding dasawarsa lalu. Tentang mitos yang gemilang saya rekayasa demi bumbu inovasi ber-seni tutur. Berseberangan lahan pesisir dan kompleks Lian sangat manjur diunggah kisah perihal benih-benih pepohonan yang ditanam Nabi Nuh. Basis teori Bahtera Nuh yang kemudian berkembang alibi polinasi benih via banjir, nyasar ke Lombok. Ini pohon apa tuan?... Owh, this is noah's tree...dan mengalir bla-bla-bla berikutnya. Padahal semata tak-tik antisipatif gengsi... gambrah-gambrah... ngakali turis. Masalah sederhana, saya gak mau berlabel " I don't Know". hehehe.........,
onok LIANe mneh?
*postingan Facebook