Honey Hunter (3)
Rabu
malam 26 November 2013 : menjadi momen puncak perburuan Madu. Paska semua
bahan peralatan tiba puncak. Semua personil turun di bivak dasar lembah.
Santap lekas masakan hangat. Nasi tanak dan batang muda pohon enau.
Kuah menggiurkan. Sambel sudah ludes! Lewat maghrib bergegas naik teras
tebing. Hanya 2 rekan tugas utama yg bekerja di puncak tebing. Dingin
merayap...kami sebagai tenaga 'back-up' hanya menunggu di teras tebing.
Malam gelap menambah keindahan Ngarai. Dengung satwa serasa pub-music
nan alami. Berhias kelap-kelip pantat para kunang-kunang. Kami
terpengkur dalam bungkam masing-masing. Penat.. dikuras lelah aktivitas sejak masa terang tadi. Beberapa rekan tertidur. Maklum hawa atap Rinjani mulai turun memenuhi kolong lembah. Dingiiiin...., Memaksa kami saling merapat badan. Berusaha menularkan panas tubuh satu-sama lain. Tebal jaket terasa belum sempurna bungkus kujur diri. Memanfaatkan jeda waktu, tidur menjadi kepuasan tersendiri. Bahkan karung menjadi selimut andalan, demi menumpas dingin yang menjalar semena-mena. Mengatasi bosan, saya kadang tegur rekan lain. Pastikan masih ada yang terjaga. Bukan kenapa, kesadaran saya sedikit di gayut was-was akan intaian bahaya Hipotermia. Tapi seperti biasa, berada di habitat alam terbuka, selalu hadirkan sajian visualitas yang sensual. Dan ini menjadi pengalih... alasan utama kenapa saya rela bergabung di petualangan kali ini. Mountain view.... remang... gelap.. keindahan apa lagi yang mampu dipungkiri?
Saya-pun meredam kagum tak henti. Sambil sesekali sedut
plintiran 'mako' (tembakau) virginia, khas Lombok. Senter hanya boleh sesekali
kedip.. demi hindari serangan berantai para patroli lebah.
Malam kian redup... justru makin hidup. Terlebih anak tangga sudah turun merapat di tepi ove-hung di poin sarang. 2 pekerja utama beraksi. Kantuk kami hilang, shift kembali kerja. Teras kami bernaung menjadi tempat lokasi serah-terima irisan sarang dari ceruk tebing. Sulitnya kondisi dan metode petik, serta porsi lelah makin menambah tekanan kerja. Sekalipun masih bisa di baur canda-tawa. Akhirnya 2 sarang lebah terdekat yang bisa di panen. Itupun makan waktu hampir 2 jam, usai pemasangan alur tali dan tangga. Mendadak bulan nongol menerangi lembah. Ketegangan lain muncul. Lebah yang tadinya mengejar jatuhan bara dan halau kepul asap, mulai menyadari siapa pengusik utama mereka. Berbalik menyerang 2 pekerja utama. Pekerjaan di hentikan!
Bertemu di teras tebing utama. Sejurus kemudian, kami semua gegas luncur turun dasar lembah. Alasan demi menghindari lebah mengendus keberadaan sarang yang telah kami santroni. Tak terbayangkan baur perasaan. Was-was... tapi campur cekikik geli. Di saat situasi genting..meski tergesa-gesa, Kami bergerak lincah..tapi waspada. Bergerak bak pendekar turun gunung.. dengan mengerahkan jurus ringan tubuh. Tiba bivak, kami segera membesarkan bara unggun. Mengirim kepul asap tebal...tujuan mengacaukan indera penciuman lebah pekerja. Dan ini sudah menjadi SOP umum.
Makan lagi.. di jatah waktu dini hari. Bagaimanapun tenaga kami memang terforsir. Kemudian berangsur kami senyap oleh kantuk yang dalam. Lagi-lagi, merapat tubuh. Persis tatanan ikan pindang. Bertajuk kanopi.. dan juga beralas terpal. Berselimut karung...sebagian memanfaatkan kain spanduk. Lepas jiwa ke haribaan... menyatu bumi.
Malam kian redup... justru makin hidup. Terlebih anak tangga sudah turun merapat di tepi ove-hung di poin sarang. 2 pekerja utama beraksi. Kantuk kami hilang, shift kembali kerja. Teras kami bernaung menjadi tempat lokasi serah-terima irisan sarang dari ceruk tebing. Sulitnya kondisi dan metode petik, serta porsi lelah makin menambah tekanan kerja. Sekalipun masih bisa di baur canda-tawa. Akhirnya 2 sarang lebah terdekat yang bisa di panen. Itupun makan waktu hampir 2 jam, usai pemasangan alur tali dan tangga. Mendadak bulan nongol menerangi lembah. Ketegangan lain muncul. Lebah yang tadinya mengejar jatuhan bara dan halau kepul asap, mulai menyadari siapa pengusik utama mereka. Berbalik menyerang 2 pekerja utama. Pekerjaan di hentikan!
Bertemu di teras tebing utama. Sejurus kemudian, kami semua gegas luncur turun dasar lembah. Alasan demi menghindari lebah mengendus keberadaan sarang yang telah kami santroni. Tak terbayangkan baur perasaan. Was-was... tapi campur cekikik geli. Di saat situasi genting..meski tergesa-gesa, Kami bergerak lincah..tapi waspada. Bergerak bak pendekar turun gunung.. dengan mengerahkan jurus ringan tubuh. Tiba bivak, kami segera membesarkan bara unggun. Mengirim kepul asap tebal...tujuan mengacaukan indera penciuman lebah pekerja. Dan ini sudah menjadi SOP umum.
Makan lagi.. di jatah waktu dini hari. Bagaimanapun tenaga kami memang terforsir. Kemudian berangsur kami senyap oleh kantuk yang dalam. Lagi-lagi, merapat tubuh. Persis tatanan ikan pindang. Bertajuk kanopi.. dan juga beralas terpal. Berselimut karung...sebagian memanfaatkan kain spanduk. Lepas jiwa ke haribaan... menyatu bumi.
*copas postingan FB
Selanjutnya mulai memerah sarang lebah hasil panen semalam. Dua sarang ukuran sedang. Lumayanlah sebagai awal pekerjaan... |
Iris... belah... getah coklat yang menggiurkan! |
Perah!... peras... keremes... genggam... |
Liku setapak bebatuan..., |
memotong alur sungai seperti perjalanan awal kemarin..., |
tiba di poin Blukus Puteq...., |
nah, klo ini jelas"... tabiat Ilegal lodging..., |
No comments:
Post a Comment